kemenagkabblitar.net – Meningkatnya jumlah pengguna media sosial membuat tren kecantikan semakin dinamis. Salah satu tren kecantikan yang sedang digemari Generasi Z akhir-akhir ini adalah penggunaan Botox. Prosedur medis ini dianggap sebagai perawatan kosmetik untuk menghilangkan kerutan wajah yang berkaitan dengan usia. Banyak generasi Z yang merasa kurang percaya diri dengan kerutan di wajah. Tidak jarang ada yang menggunakan Botox sebagai jalan pintas.
Menurut survei American Academy of Facial Plastic and Reconstructive Surgery pada tahun 2022, sekitar 75% pasien bedah plastik wajah berusia di bawah 30 tahun. Generasi ini sangat mementingkan penampilan tua, padahal usianya masih awal dua puluhan. Faktanya, para ahli menyarankan untuk tidak menjalani perawatan Botox sebelum usia 20 tahun. Secara umum, periode ini masih sangat awal.
Pelajari tentang Botox:
Menurut laporan National Institutes of Health, pengobatan Botox adalah pengobatan yang menggunakan toksin botulinum. Toksin botulinum termasuk dalam kategori toksin berspektrum luas, bergantung pada indikasi terapeutik dan kosmetik untuk fungsi yang digunakan. Suntikan toksin botulinum dianggap efektif dalam beberapa gangguan klinis yang berhubungan dengan aktivitas otot yang tidak disengaja atau peningkatan tonus otot. Ini juga merupakan salah satu prosedur kosmetik yang paling umum dilakukan di seluruh dunia, dengan sekitar 3 juta suntikan dilakukan setiap tahunnya.
Perawatan botox, yang dikatakan aman, memiliki efek samping jangka pendek dan jangka panjang. Seperti dilansir Natural, toksin botulinum dapat menyebabkan kelemahan otot yang parah jika disuntikkan pada pasien dengan gangguan neuromuskular atau saraf (seperti miastenia gravis).
Baca juga: Proyek Nuklir Mulai Menjadi Kenyataan di Indonesia, dan Ini Buktinya!
Beberapa kasus serius telah dilaporkan pada pasien yang menerima suntikan Botox tetapi tidak beradaptasi dengan prosedur tersebut. Banyak dari mereka bergantung pada bahan yang digunakan. Hal ini pasti dapat menimbulkan efek samping jika tidak diperhitungkan. Efek samping mungkin termasuk:
- Bekas luka keloid di tempat suntikan. Hal ini sangat mungkin terjadi dan juga berisiko terjadinya infeksi. Faktanya, infeksi adalah komplikasi yang jarang terjadi di tempat suntikan dan dapat terjadi pada prosedur apa pun yang melewati penghalang kulit. Infeksi dapat berkembang dimanapun suntikan diberikan. Jika area tersebut tidak dipersiapkan dengan baik, kemungkinan terjadinya infeksi akan tinggi. Untuk mencegah infeksi pada bekas suntikan, perlu dilakukan prosedur desinfeksi dengan larutan antiseptik untuk menghilangkan seluruh sisa riasan.
- Jika penyuntikan dilakukan di dekat alis, dapat terjadi ptosis dan larutan racun dapat menyebar ke otot levator palpebra sehingga menyebabkan kelemahan saat menggerakkan area kelopak mata.
- Disfagia adalah suatu kondisi dimana seseorang kesulitan menelan makanan dan air. Risiko ini terjadi karena suntikan diarahkan pada kelenjar ludah utama atau otot sternokleidomastoid. Masalah ini mungkin disebabkan oleh pelepasan racun ke otot-otot di sekitarnya.
- Jika penyuntikan secara tidak sengaja mengenai kedua kelenjar submandibular, akan terjadi gangguan pernafasan yang menyebabkan hipersalivasi. Jika jumlahnya terlalu banyak, dapat menyebabkan keluarnya larutan racun dari kapsul kelenjar ke otot-otot di sekitarnya yang terlibat dalam pernapasan.
- Penyebaran toksin ke cabang-cabang saraf wajah dapat menyebabkan kelemahan wajah, terutama jika disuntikkan ke otot maseter.
- Nyeri, pendarahan, bengkak, memar, infeksi. Memar atau lebam biasanya disebabkan oleh perlukaan pada pembuluh darah di bekas suntikan, paling sering di sekitar area mata. Memar ringan terjadi pada 11 hingga 25 persen pasien. Komplikasi paling serius yang berhubungan dengan cedera vaskular adalah hematoma. Ini bisa muncul segera setelah penyuntikan dan bertahan lama.
- Sakit kepala adalah efek samping jangka pendek yang umum terjadi, karena racun awalnya menyebabkan kejang otot dan kemudian kelumpuhan total. Penjelasan lain untuk sakit kepala ringan termasuk tusukan jarum di periosteum atau memar otot dalam. Sakit kepala dan hiperestesi biasanya berlangsung selama 24 hingga 48 jam setelah pengobatan.
